Gaya Hidup Minim Sampah

Pernahkah terpikir, ke mana perginya sampah kita? Karena sampah tidak mucul dengan sendirinya, melainkan sebagai akibat pola konsumsi kita. Gaya hidup minim sampah mengajak kita lebih bertanggung jawab dengan sampah yang kita hasilkan.
0
50
Bagikan di Whatsapp:

PKK Network – Istilah Zero Waste sudah lama dikumandangkan oleh para pegiat lingkungan hidup dunia. Istilah yang kemudian diterjemahkan sebagai Gaya Hidup Minim Sampah ini merupakan gaya hidup positif yang meminimalkan penggunaan bahan yang mencemari lingkungan dan menolak bahan sekali pakai dalam kehidupan sehari-hari. Prinsipnya adalah untuk memperpanjang siklus hidup sumber daya sehingga menjadi produk yang dapat dimanfaatkan kembali.

Saat ini banyak komunitas dan kelompok-kelompok masyarakat yang mengembangkan ajakan untuk belajar mengevaluasi gaya hidup masing-masing dan saling berbagi pengalaman dan tips terkait pemanfaatan barang-barang konsumsi. Salah satunya adalah dengan melihat dampak dari barang-barang yang dikonsumsi, berdampak positif atau negatif terhadap lingkungan. Kemudahan berbelanja telah memberikan kesempatan mendapatkan produk-produk dengan harga murah. Yang menjadi persoalan, produk-produk tersebut terbuat dari bahan yang tak dapat didaur ulang dan menjadi penyumbang rusaknya kesehatan bumi. Dalam jangka panjang dapat mengganggu proses berkembangnya manusia serta spesies hewan di seluruh dunia.

Gerakan 5R

Salah satu upaya yang dilakukan untuk mencapai gaya hidup minim sampah adalah dengan melakukan 5R. Kita lebih dulu diperkenalkan dengan konsep 3R, Reduce, Reuse, Recycle. Kini ada tambahannya Refuse dan Rot. Reuse dalam hal ini juga diterjemahkan sebagai Repair atau Replace.

Dalam bahasa Indonesia konsep 5R (Refuse, Reduce, Reuse, Recycle, Rot) diterjemahkan menjadi 5M yakni Menolak, Mengurangi, Menggunakan Kembali, Mendaur Ulang, Membusukkan.

Dalam bukunya bertajuk “Belajar Zero Waste: Menuju Rumah Minim Sampah”, DK Wardani menyebutkan bahwa Zero Waste bukan hanya recycle atau mendaur ulang. Melainkan lebih awal lagi, yakni refuse, kemudian reduce dan reuse. Alumni Magister Urban Design ITB ini menempatkan rot atau pembusukan di urutan ketiga setelah reduce. Karena menurutnya pembusukan atau pengomposan dari rumah itu penting, mengingat semua rumah tangga menghasilkan sampah organik.

Selain konsep 5R, DK Wardani juga menyarankan konsep lain yang diusung oleh  situs kotatanpasampah yakni 3 strategi menuju kota minim sampah.

Strategi 3 Pintu

Memilah sampah sebagai bagian dari tanggung jawab (Dok. Freepik)

Kita dapat menggunakan tiga strategi untuk menuju rumah, lingkungan, dan pada akhirnya kota yang minim sampah dengan melalui strategi 3 pintu ini.

Strategi pintu depan

Strategi ini berada di tahap prakonsumsi. Caranya dengan meminimalkan dan menyaring sampah yang akan masuk ke rumah dengan menyiapkan berbagai alat atau perangkat yang tak akan menjadi sampah secara langsung. Misalnya membawa botol minum, kotak bekal, kantong belanja, bahkan toples. Selain itu, menanam aneka tanaman untuk konsumsi atau mengolah masakan sendiri juga bagian dari pintu depan. Mau membuat acara? Pastikan tidak menggunakan kemasan sekali pakai.

Strategi pintu tengah

Strategi ini berada pada tahap konsumsi. Tujuannya adalah mencegah terjadinya sampah terbuang percuma. Caranya, misalnya dengan menggunakannya kembali, memperbaiki barang yang rusak, bahkan mencegah makanan bersisa

Strategi pintu belakang

Strategi ini berada pada tahap pasca konsumsi. Ketika sampah memang terpaksa dihasilkan, maka harus dilakukan pengolahan dengan minimal memilah sampah, membuat kompos dari sampah organik, dan menyalurkan sampah yang bernilai ekonomis ke pengepul.

Jika semua berjalan dengan baik, bukan tidak mungkin kota dan lingkungan kita bebas dari sampah.

 

Tim PKK Network/Dhenok Hastuti

Editor: DHE

 

Penulis

Bagikan di Whatsapp:

Tulis Komentar