Inisiatif Kader PKK Siasati Minimnya Dana PMT
PKK Network – Keterbatasan anggaran tampaknya tidak membuat para kader PKK utamanya pegiat posyandu, menyerah. Dengan minimnya dana pemberian makanan tambahan (PMT) mereka masih bersemangat untuk menyiapkan kebutuhan tambahan bagi balita tersebut. Setidaknya ini yang disampaikan beberapa kader PKK dalam komentar unggahan Instagram @pkknetwork pada hari ini (Sabtu, 25/05).
Menggunakan dana yang ada, pegiat posyandu menyiasatinya dengan membagikan PMT berupa biskuit atau jajanan warung lainnya yang merupakan ultra process food. Namun tak sedikit juga yang bisa memberikan makanan real food yang sehat dan bergizi, seperti sayuran, buah, telur, tahu, dan sebagainya.
Seperti telah diberitakan berbagai media, sejak 2022 pemerintah tidak mengalokasikan anggaran khusus untuk pemberian makanan tambahan (PMT). Hal ini mengacu pada Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Kementerian Kesehatan (Juknis Permenkes) nomor 2 tahun 2022 yang menyebutkan bahwa kegiatan PMT penyuluhan posyandu sudah dihapuskan. Penerimaan PMT oleh posyandu terakhir kalinya adalah pada Desember 2021. Meski demikian, anggaran pemerintah untuk mengentaskan stunting masih berjalan. Anggaran ini terbagi dalam tiga alokasi, yakni anggaran kementerian/lembaga, Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Desa. Alokasi peruntukan anggaran diserahkan ke masing-masing wilayah, termasuk untuk dana PMT.
Keterbatan dana ternyata tak membatasi kreativitas pegiat posyandu. Akun @rptragadingayu dalam komentarnya menyebutkan perlunya mendorong kemandirian pangan dan gizi keluarga dengan memanfaatkan pekarangan rumah. “Belum semua keluarga menerapkan. Mayoritas warga tidak punya pekarangan luas. Tapi kami memiliki dua kebun RW yang dikelola PKK bersama warga.”
Malah, akun @pkk.kecbjmbarat mengajak untuk tidak mengandalkan anggaran dari pemerintah. “Posyandu kan dari masyarakat untuk masyarakat. Bagusnya jangan hanya mengandalkan dari pemerintah. Swadaya masyarakat lebih utama. Bisa juga dikumpulkan dari jimpitan warga, seperti dengan pilah sampah dan hasil penjualannya bisa melengkapi gizi untuk program PMT. Bisa juga menggandeng perusahaan dengan kerja sama CSR untuk di wilayah sekitar posyandu.”
Terkait ada dan tidaknya anggaran serta upaya mengatur anggaran ini memang mendatangkan komentar yang tidak seragam. Ada wilayah yang sama sekali tidak menerima dana, ada pula yang tanpa hambatan.
Seperti komentar dari akun @hanifahnurawaliah yang mengatakan, “Posyandu kami, dana PMT diambil dari kas setiap RT. Tidak ada dana sama sekali dari pemerintah.”
Selebihnya mengaku masih mendapatkan dana PMT meski jumlahnya terbatas. Namun masalah dana tersebut masih mereka carikan jalan keluar. Di antaranya komentar dari @tppkkp yang menyebutkan, “Dapat (dana PMT, red) dari swadaya masyarakat berupa uang.”
Ada @mrs.elifarid yang mengatakan bahwa caranya adalah dengan memaksimalkan bantuan-bantuan swasta sekitar dan mandiri baik dari donatur tetap maupun dari kerjasama dengan PKK di wilayah masing-masing.
Sementara dari @pkkrw3_argajaya mengatakan, “Posyandu kami untuk PMT, mandiri. Setiap pertemuan rutin anggota PKK RW ada infaq/shodaqoh posyandu keliling yang digunakan untuk menu gizi posyandu. Ada juga donatur dari warga. Alhamdulillah, tahun ini ada bantuan PMT dari desa.”
Hal yang sama juga disampaikan @posy_nusaindah2 yang menyebutkan bahwa selain dana operasional dari Kota Bekasi, di lingkungannya terdapat dana rutin dari kas RT untuk posyandu. Tambahannya dari donasi warga.
Begitu pula yang diakui @ujiebundanya.alif. Untuk posyandu di RW-nya ada dana operasional tambahan dari swadaya masyarakat baik dari pengurus RT/RW, LMK, maupun warga sekitar dengan menyediakan kotak kecrekan pada setiap kegiatan posyandu.
Akun @windaway13 tampaknya tak mengalami kendala dengan dana PMT. Dikatakannya, di Semarang untuk posyandu mendapat dana PMT adalah dari Kota.
Menurut @lindasoelomo kegiatan posyandu di wilayahnya juga lancar-lancar saja. “Alhamdulillah berjalan lancar, mengenai PMT juga tidak ada masalah. Dana PMT dari ADK, dari BOP PAUD, juga dari ibu-ibu pengurus IAD Deli Serdang. Untuk kondisi tertentu ada dari jimpitan warga.”
Sementara terkait jenis makanan yang dimasukkan dalam menu PMT, sebagian besar komentar yang masuk mengaku lebih suka menyiapkan masakan sendiri demi terjaga kebersihannya.
Dari akun @pkkkalakijo mengatakan untuk PMT di posyandu dilakukan secara bergilir, tugas memasak dari PKK RT pada setiap bulannya.
Menurut @indiariani pengelolaan menu PMT lebih baik swadaya masyarakat atau kelompok posyandu sendiri. “Selayaknya kita masak sendiri di rumah tentu biayanya lebih irit dan lebih higienis dibanding dengan beli makanan jadi di luar sana maupun makanan instan. Selain bisa menentukan sendiri menu PMT, kelompok posyandu juga pastinya sudah bisa menimbang sendiri kadar gizi dari menu tsb., irit, halal, higienis, dan bergizi. Insyaallah, berkah untuk semua.”
Aku @awin_afriani mengingatkan bahwa makanan real food yang sehat dan bergizi tidak selalu mahal. Pegiat PKK Desa Rowosari, Kendal, Jateng ini mengatakan, “Bisa memanfaatkan potensi pangan lokal yang tersedia di sekitar kita. Misal dengan dana 2.000, daripada untuk membeli biskuit atau puding manis, bisa dibelikan telur puyuh rebus (biasanya 2.000 bisa dapat 4 butir). Lebih sehat dan ada kandungan protein hewaninya. Atau bisa juga diberikan berupa arem-arem isi sayuran dengan ayam suwir. Kalau di desa kami, diutamakan PMT-nya berbahan pangan lokal dan ada kandungan protein hewaninya. Sesuai dengan prinsip untuk mengatasi stunting.”
Sebagai tambahan informasi, hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) pada 2022 menyatakan angka stunting yang masih tinggi di Indonesia, yakni sebesar 21,6 persen. Dari angka tersebut, kasus balita stunting terbanyak justru ditemui di kabupaten/kota besar atau wilayah urban. Survei yang dilakukan dua tahu lalu itu menyebutkan, lima kabupaten/kota dengan kasus balita stunting terbanyak adalah Kab. Bogor (133.684), Kab. Bandung (80.805), Kab. Tangerang (70.477), Kab. Bekasi (64.601), dan Kab. Jember (60.332).
Tim PKK Network/Dhenok Hastuti
Editor: DHE