Kepemimpinan Inovatif di RTRW
Oleh Valent Hartadi, Founder RTRW Network & PKK Network
Ketika seseorang dipercaya menjadi ketua RT atau RW yang notabene langsung bersentuhan dengan warga beserta problematikanya, maka menjalankan kepemimpinan adalah sebuah keniscayaan. Nah masalahnya, mengelola dan menghadapi warga dengan beragam karakter di tingkat RTRW (grassroots)— di mana terletak hampir semua aspek hidup bermasyarakat–, disadari maupun tidak, membutuhkan wawasan, kemampuan memimpin hingga kemampuan manajemen yang memadai. Karena itulah diperlukan sosok-sosok ketua RT dan RW yang kredibel, mampu memimpin dengan inovasi dengan melakukan terobosan baru di lingkungan.
Lantas, ciri-ciri seperti apa yang idealnya dimiliki ketua RT dan RW di masa kini? Bagaimana ketua RT dan RW bisa memimpin dengan inovatif dan efektif, sehingga mampu menginspirasi serta menggerakkan orang-orang yang dipimpin dan dilayaninya? Adakah contoh-contoh praktik kepemimpinan inovatif di lingkup RT dan RW beserta hasil konkretnya?
Topik penting dan menarik ini menjadi bahasan dalam webinar berjudul “KEPEMIMPINAN INOVATIF DI RTRW”, yang diselenggarakan oleh RTRW Network berkolaborasi dengan Goodkind pada Sabtu pagi, 14 Oktober 2023.
Narasumber:
- R. Rizky A. Adiwilaga, Ketua RW 10 Cisitu Lama, Kelurahan Dago, Kecamatan Coblong, Kota Bandung, serta Advokat & Konsultan Kekayaan Intelektual (Pembicara Utama).
- Elinda Mauritania (25 tahun) Ketua RT 02 RW 04 Desa Palasari, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
- Rangga Akbar Anggandara (27 tahun) Ketua RW 03 Kelurahan 5 Ilir, Kecamatan Ilir Timur II, Kota Palembang, Sumatera Selatan.
- Valent Hartadi, moderator yang juga seorang Ketua RT sekaligus Founder RTRW Network & PKK Network.
Berikut ini saya rangkum pemaparan materi dari Pembicara Utama R. Rizky A. Adiwilaga, Ketua RW 10 Cisitu Lama, Kelurahan Dago, Kecamatan Coblong, Kota Bandung, serta Advokat & Konsultan Kekayaan Intelektual.
Sebagai pembicara utama, Kang Kiki, demikian ia akrab disapa, adalah ketua RW yang juga seorang lawyer, dan telah menjalankan karier profesionalnya selama 25 tahun sampai sekarang. Ia telah memiliki kantor sendiri, di samping menjadi dosen di Institut Teknologi Bandung (ITB) dan banyak kegiatan lainnya. Ia memberi judul presentasinya: “Dari Profesional Menjadi Ketua Rukun Warga”.
“Saya berterima kasih telah diberikan kesempatan oleh Kang Valent Hartadi (Founder RTRW Network) dalam kegiatan hari ini yang luar biasa. Jadi, ini suatu kegiatan yang mungkin jarang-jarang terjadi di sepanjang karier saya. Saya bicara sebagai ketua RW nih di sini, tapi saya melihat point-nya adalah sesuatu yang sangat positif sekali,” demikian Kang Kiki saat membuka pemaparan materinya.
Hal pertama yang dipaparkan Kang Kiki adalah tentang latar belakang mengapa dirinya bersedia dipilih menjadi ketua RW. Jadi sebetulnya semua berangkat dari permintaan warga dan tokoh masyarakat pada tahun 2021. Tahun di masa pandemi inilah yang menjadi satu titik balik karena pada tahun tersebut Kang Kiki tidak pernah ada agenda kegiatan apapun (sehingga bisa lebih fokus pada warga dan lingkungan sekitar). Pada saat itu, Kang Kiki ternyata menemukan kondisi di masyarakat khususnya RW 10 Dago, sangat sedikit sekali warga yang divaksin Covid.
Nah ketika ditanya masalahnya ke warga, ternyata salah satunya mereka tidak tahu bagaimana caranya mendapatkan vaksin karena tidak ada yang mengkoordinir. Ini sangat ironis, tapi waktu itu Kang Kiki berpikir ya sudahlah, yang penting masyarakat bisa dapat vaksin (dirinya akan mengusahakan). Karena waktu itu salah satu trigger-nya adalah ia punya ibu yang sudah sepuh sekali. Ia khawatir, beliau kalau mau keluar bagaimana karena harus ada yang divaksin. Sementara sang Ibu pun sudah “tantrum” karena bosen, biasanya jalan pagi, sekarang nggak boleh keluar. Jadi, mulai dari sini awal Kang Kiki melakukan terobosan.
Ia pun lalu berinisiatif mengadakan vaksin Covid yang dikeluarkan dari CSR kantor pribadi, untuk masyarakat yang rata-rata menengah ke bawah. Mereka tidak punya akses, tidak bisa tahu caranya bagaimana. Hampir 200 orang lebih yang ia tangani dengan dibantu pula oleh warga. Akhirnya, setelah selesai warga datang pada Kang Kiki, meminta dirinta untuk maju jadi ketua RW.
Yang kedua, Kang Kiki menambahkan, sebetulnya mereka juga mengatakan ingin adanya perubahan di masyarakat dan segala macam. Intinya menginginkan ada suasana baru. Menurut mereka sekali-kali yang mudalah (yang memimpin). Kang Kiki termasuk orang yang agak susah (menolak) jika orang sudah menggunakan bahasa minta tolong dalam bahasa Sunda. Ia mengaku agak susah untuk nolak karena serius sekali memintanya. Prinsipnya warga ingin ada perubahan, itu salah satunya.
Nah di sisi lain, yang ketiga, sebetulnya secara faktual atau objektif memang banyak permasalahan sosial, budaya hingga pendidikan, apalagi masalah hukum yang tidak pernah diselesaikan atau dicari solusi penanganannya. Jadi, semua itu seperti mengambang. Daerah Cisitu Lama adalah daerah dimana banyak mahasiswa indekos (kalau dulu ada UNPAD, ITB, UNPAR). Mereka indekos di wilayah RW-nya, rata-rata sekarang mahasiswa yang kuliahnya di ITB dan UNPAD. Warga merasa seperti ada kesenjangan atau gap. Kang Kiki melihat sangat sedikit sekali warga yang bisa tembus sampai level perguruan tinggi. Rata-rata mereka maksimal SMA.
Dari aspek hukum pun banyak persoalannya, bahkan di masa menjadi ketua RW ia sudah banyak menyelesaikan masalah hukum di wilayah RW-nya. Mulai kasus pelecehan seksual, pemerkosaan dan itu juga menjadi suatu yang tidak bisa dihindari. Pelakunya warga sendiri, korbannya juga warga sendiri.
RW 10 disebutnya sebagai Urban Village/Kampung Kota, yang terkena dampak perubahan infrakstruktur. Dulunya di sana sawah bagus sekali, sangat hijau. Tapi lama-lama sawah tersebut dijual dan berubah menjadi bangunan-bangunan. Dulu dari tempat tinggalnya, terlihat gunung Tangkuban Perahu. Namun sekarang sudah tidak terlihat, yang tampak sekarang adalah tembok rumah tetangga.
Aspek sosial kemasyarakatan juga berubah, karena banyak pendatang yang tinggal membeli rumah, segala macam dan akhirnya warga asli yang ada di sini menjadi penonton atau termarjinalkan serta terpojokkan atau terkunci, tetapi sebetulnya tidak dengan sengaja atau tanpa sengaja. Jadi di wilayah RW 10 ada yang masyarakat menengah ke bawah, ada yang menengah ke atas. Nah yang kategori menengah ke bawah rata-rata adalah penduduk asli atau disebutnya warga “lembur” atau warga kampung, serta warga kompleks. Dalam hal ini Kang Kiki justru memfokuskan perbaikan lingkungan di gang-gang, sementara yang di depan (relatif) tidak ada masalah karena ada perusahaan besar.
Inovasi-inovasi yang Dilakukan
Lalu, apa saja inovasi yang dilakukan Kang RW? Jadi, ketika Kang Kiki mulai jadi ketua RW, sejak awal ia sudah menegaskan bahwa akan menjalankan prinsip “Good RW Governance” yang baginya penting. Ia punya ide menjalankan prinsip ini, maksudnya adalah dalam konteks bermasyarakat ataupun dirinya sebagai ketua RW. Prinsipnya yakni tidak ada pembebanan biaya apapun untuk warga. Jadi, masyarakat dilayani 24 jam. Kang Kiki sendiri pernah melayani warga jam 3 subuh, saat ia ditelepon ketua RT untuk urusan kematian, ia pun terima karena itu kewajiban. Filosofi dari prinsip ini adalah semuanya tertata dengan baik.
Inovasi kedua, yakni pembukaan 2 rekening bank atas nama RW 10 Dago. Semua dana masuk ke rekening RW 10 (bukan rekening pribadi). Jadi RW 10 punya santunan kematian dan bisa diambil ketika ada warga yang meninggal dunia. Rekening ini bisa dicairkan dengan tanda tangan ketua RW dan bendahara. Ia pun harus hadir. Bicara mengenai kepercayaan publik pun, kalau pun ada institusi pemerintah mau bekerja sama dengan RW-nya, Kang Kiki tidak perlu repot, silahkan rekening yang satu untuk urusan kematian, yang satu untuk urusan umum.
Inovasi berikutnya, Digitalisasi Administrasi. Ketika memulai tugasnya menjadi ketua RW, ia melihat warga sering mengurus surat-surat. Lalu ia pun membuat mekanisme. Pertama, surat datang dari ketua RT, baca dulu, itu yang penting karena berkaitan dengan permintaannya cocok atau tidak. Pernah ada warga yang mau pindah waktu ia baca ternyata yang mengajukannya anak umur 9 tahun. Berhubung dirinya advokat, ia pun paham tidak bisa dilakukan karena yang mengajukan bukan orang dewasa, tidak memiliki kapasitas di hukum. Sedangkan untuk pembuatan surat, setelah cap lalu di-scan, sehingga tidak ada tumpukan arsip surat. Di situ ia menggunakan 2 pendekatan, yaitu tanda tangan basah dan cap. Menurut Kang Kiki, yang paling penting adalah syah dari sisi hukum.
Berikutnya, ia membentuk Legal Advisor Team (walaupun ia sendiri advokat) untuk ketua RW dan warga RW 10. Ini mungkin satu-satunya RW yang mempunyai 2 penasihat hukum di Indonesia. Pernah kejadian sebelum puasa, Kang Kiki menutup warung yang menjual obat-obatan terlarang, lalu ada kasus pemerkosaan tadi, yakni ada predator yang melakukan pelecehan terhadap 2 anak sejak SD baru terungkap pada tahun 2023. Bagusnya, advis hukum ini diberikan dengan tidak memungut bayaran. Jadi sepanjang menjabat ketua RW, ia lebih banyak berurusan membantu keadilan.
BUMRW hingga Basis Data
Inovasi selanjutnya, Kang Kiki membentuk badan usaha milik RW (BUMRW), karena faktanya memang RW-nya tidak punya duit, bahkan kantor pun tidak punya. Sampai saat ini, ia masih berjuang gimana caranya menjalankan BUMRW, dimana ini adalah unit usaha warga. Banyak warganya yang “nggak punya”, hanya warung kecil-kecilan, ia sedih kalau memikirkannya. Boleh dibilang Kang Kiki tiap hari memikirkan warga, sampai ada yang berkonsultasi jam berapa pun, misalnya curhat tidak punya beras. Ia merasa sedih mendengar hal tersebut.
Yang kedua, membentuk “Dana Abadi”. Sebagai ketua RW, Kang Kiki menemukan fakta di lapangan bahwa warganya tidak sepenuhnya mampu. Ia pun ingin ada satu dana yang membantu, mulai membantu kesehatan masyarakat, beasiswa pendidikan, juga kesejahteraan. Kemudian, Kang Kiki juga membentuk sistem keamanan integral karena di wilayah RW-nya rawan pencurian.
Selain itu, memantapkan ekosistem pengelolaan sampah secara integral dari hulu ke hilir. RW 10 sudah ada bank sampah yang idenya bukan dari dirinya, tapi warga namanya ibu Juju beserta tim. Sedangkan dirinya menjadi nasabah bank sampah. Prinsipnya sampah yang organik dikelola, sedangkan yang non-organik sudah ada bank sampahnya. Seperti pernah dipost di akun IG @rtrwnetwork, bank sampah RW 10 memiliki saldo mencapai Rp 28 juta, terbesar di kota Bandung. Bahkan, menjadi contoh di kota Bandung dan tentu membanggakan Kang Kiki sebagai ketua RW. Pengurus bank sampah dikelola Ibu Rina yang juga Ketua RT. Dengan demikian tidak perlu lagi ada “drama” urusan persampahan. Meskipun, tetap saja tantangannya adalah bagaimana mengubah pola dan kebiasaan warga.
Inovasi selanjutnya, membangun basis data warga RW 10 yang bisa diakses melalui perangkat telepon pintar. Last bu not least, pengurus RW 10 oleh Pak Kiki dikasih jabatan Deputi RW. Ia pun melakukan open recruitment untuk yang mau bergabung. Memang tidak sempurna namanya juga terobosan, tapi para deputi bisa menjalankan fungsinya masing-masing dan tidak ada uangnya. Mengingat setiap hari permasalahan di wilayah itu ngantri, mulai dari warmindo, penjualan obat-obatan terlarang hingga sampah.
Tidak bisa dielakkan, menjadi ketua RW atau RT itu harus siap 24 jam menghadapi (dan menyelesaikan dengan inovasi) semua problem terkait warga di wilayah.